Yak, sepertinya tulisan pertama yang akan berhasil publish semenjak blog ini resmi berganti nama menjadi "diary dudul" adalah tulisan tentang bocoran untuk para pemburu beasiswa Pusbindiklatren Bappenas. Kebetulan saat ini beasiswa tersebut masih di dalam tahap penawaran, jadi masih ada waktu ya untuk sharing. Demi memenuhi janji menuntaskan rasa ingin tahu teman-teman yang begitu luar biasa tentang bagaimana saya bisa mendapat beasiswa ini, sebelum assignments yang ada semakin membuat tingkat kewarasan semakin rendah, maka saya memaksakan diri untuk menulis. Percayalah, saya terpaksa melakukannya. Hahaha.. Sebelum ini sudah banyak tulisan yang dibuat, tapi semua masih berupa draft, belum satu pun ter-publish!
Oh ya, sebelumnya perlu ditekankan ya, saya selalu suka mengakui bahwa saya bisa mendapatkan beasiswa ini (garis bawah bold capslock) BUKAN KARENA SAYA PINTAR. Saya lebih suka mengakuinya sebagai jawaban atas kedua orang tua saya yang belum juga saya beri calon menantu. Wkwkwkwk, bohong deng. Nikah dulu atau sekolah (lagi) dulu? Gimana kalau sekolah dulu? Sempat galau karena dua-duanya hisab nya belum jelas. Maunya sih nikah dulu, tapi ternyata Gusti Allah mengamini tawaran yang terakhir. Hahaha. Di luar faktor X yang sepenuhnya menjadi kersane Gusti Allah, entah doa dari orang terdekat saya yang mana yang Gusti Allah acc ---seperti halnya bagaimana saya bisa mendapat pekerjaan tetap seperti sekarang ini (yang tulisannya belum juga publish), mungkin ini adalah reward atas usaha saya. Apa usaha saya? Saya menyadari bahwa saya tidak bisa bersaing secara akademis dengan teman-teman lain (yang saya akui kemampuan intelektualnya sangat tidak diragukan), maka saya berusaha dengan bermain strategi.
Oh ya, sebelumnya perlu ditekankan ya, saya selalu suka mengakui bahwa saya bisa mendapatkan beasiswa ini (garis bawah bold capslock) BUKAN KARENA SAYA PINTAR. Saya lebih suka mengakuinya sebagai jawaban atas kedua orang tua saya yang belum juga saya beri calon menantu. Wkwkwkwk, bohong deng. Nikah dulu atau sekolah (lagi) dulu? Gimana kalau sekolah dulu? Sempat galau karena dua-duanya hisab nya belum jelas. Maunya sih nikah dulu, tapi ternyata Gusti Allah mengamini tawaran yang terakhir. Hahaha. Di luar faktor X yang sepenuhnya menjadi kersane Gusti Allah, entah doa dari orang terdekat saya yang mana yang Gusti Allah acc ---seperti halnya bagaimana saya bisa mendapat pekerjaan tetap seperti sekarang ini (yang tulisannya belum juga publish), mungkin ini adalah reward atas usaha saya. Apa usaha saya? Saya menyadari bahwa saya tidak bisa bersaing secara akademis dengan teman-teman lain (yang saya akui kemampuan intelektualnya sangat tidak diragukan), maka saya berusaha dengan bermain strategi.
Kenapa saya lebih suka bermain strategi? Karena setiap kali saya gagal mendapatkan apa yang saya usahakan, saya hanya akan berfikir bahwa ada yang salah dari strategi yang sudah saya lakukan. Dan saya belajar untuk mengevaluasi strategi tersebut. Lantas apakah saya tidak pernah kecewa jika saya gagal mendapatkan apa yang saya usahakan? Come on, saya juga manusia. Kecewa? Sedih? pastilah, beruntungnya saya bukan orang yang suka berlama-lama larut dalam kekecewaan. Eh, kenapa jadi cerita tentang saya sih? Fokus dong ah. Jadi apa saja strategi yang saya lakukan demi mendapatkan beasiswa ini? Let's see...
Hal pertama yang saya lakukan dalam menyusun strategi apapun adalah menuliskan tahapan dan tanggal-tanggal penting yang harus dilewati. "Ah, itu kan cuma tanggal, penting sih tapi kan cukup tahu saja". Yap, dulu saya pun berfikir demikian. Tapi, tidak lagi ketika saya gagal tes TPA di seleksi Tahun 2017. Ya ampun,gagal belum berhasil di seleksi TPA cin, sedih banget ndak sih? TPA aja ndak lulus, mau ngarep bisa sekolah lagi? Hehe. Percaya atau tidak, standar TPA nya Bappenas ketinggian buat PNS pusat yang kadar intelektualitasnya macam saya ini. Lho, memangnya beda kah standar untuk PNS Pusat dan Daerah? Nah, ini nih, salah satu yang menurut saya bisa jadi hal yang menghambat kelulusan kita. Bagaimana kita bisa mengetahui probabilitas kelulusan, jika kita tidak mengetahui berapa persyaratan yang dibutuhkan. Ini penting menurut saya, sayangnya nilai ini tidak secara eksplisit disebutkan dalam surat penawaran. Kita baru akan mengetahui berapa nilai yang dipersyaratkan untuk bisa lulus justru di hari kita seleksi melalui selebaran yang dibagikan sebelum ujian. Amazing bukan? Hal ini kita bahas di poin selanjutnya ya, kita lanjutkan terkait tahapan dan tanggal penting terlebih dahulu.
Hal pertama yang saya lakukan dalam menyusun strategi apapun adalah menuliskan tahapan dan tanggal-tanggal penting yang harus dilewati. "Ah, itu kan cuma tanggal, penting sih tapi kan cukup tahu saja". Yap, dulu saya pun berfikir demikian. Tapi, tidak lagi ketika saya gagal tes TPA di seleksi Tahun 2017. Ya ampun,
Mengapa menuliskan tahapan dan tanggal penting itu menjadi satu keharusan? Jawaban yang paling klasik tentu saja karena jika kita sudah mengetahui di minggu keberapa terdapat tanggal seleksi, maka kita bisa mempersiapkan diri. Lantas apakah kita perlu mengetahui tanggal-tanggal penting di seleksi tahun sebelumnya? Ya, karena dengan mengetahui tren/kecenderungan yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya, maka kita dapat membuat probabilitas realisasi di masa yang akan datang. Duh, bahasanya ribet sekali ya? Intinya seperti ini;
Jika kita sudah mengetahui kecenderungannya; apakah tepat waktu, maju atau mundur dari tanggal yang sudah ditentukan, maka kita dapat lebih mempersiapkan diri lebih maksimal.
Untuk bagian ini, saya sudah berbaik hati menuliskan jadwal tahapan seleksi dan tanggal realisasi pelaksanaan pada 3 tahun terakhir (2016-2018). Saya juga sudah mencoba membuat prediksi/kemungkinan pelaksanaan masing-masing tahapan seleksi untuk tahun ini (2018). Jika teman-teman perhatikan, masing-masing tahapan di seleksi tahun 2016 sesuai dari jadwal yang sudah disampaikan dalam surat penawaran, kecuali untuk tahapan seleksi TOEFL yang mundur 1 minggu dari tanggal yang tertulis. Sementara untuk tahun 2017, semua tahapan (kecuali surat pemanggilan peserta seleksi TOEFL) dilaksanakan mundur kurang lebih 1 minggu dari jadwal yang disampaikan di surat penawaran. Hal yang menarik terjadi di tahun 2018, dimana ada beberapa tahapan yang dilaksanakan maju dari jadwal yang ada di surat penawaran, namun poin pentingnya adalah pelaksanaan seleksi TPA dan TOEFL tepat waktu sesuai jadwal yang sudah direncanakan.
Tidak hanya persiapan secara fisik dalam artian mempersiapkan materi (baca:belajar) yang cukup ya, tapi juga mempersiapkan fisik dalam arti yang sebenarnya. Setelah saya introspeksi, sepertinya salah satu alasan mengapa sayagagal (eh, lupa) belum berhasil di seleksi tahun 2017 itu karena (saya ingat betul) sehari sebelum hari seleksi saya masih berada di luar kota untuk keperluan dinas. Saya baru tiba di rumah pukul setengah dua belas malam dan esok harinya pukul tujuh tiga puluh saya sudah harus berada di tempat seleksi. Kendati saya sudah merasa cukup belajar, fisik saya tidak bisa berbohong. Saya kelelahan, dan hal tersebut membuat saya menjadi tidak fokus ketika melaksanakan ujian. Jadi, saran saya adalah, beristirahatlah yang cukup di malam hari sebelum teman-teman mengikuti seleksi baik TPA maupun TOEFL. Jika teman-teman mendapat tawaran atau justru diwajibkan untuk bertugas ke luar kota di tanggal yang diperkirakan akan dilaksanakan seleksi, ada baiknya teman-teman menolak dengan baik dan lebih memprioritaskan untuk mengikuti seleksi. Itupun jika teman-teman merasa bahwa mengikuti seleksi ini lebih penting ketimbang hal lainnya. Disini kita juga dituntut untuk belajar membuat prioritas. Ah, hidup ini memang intinya belajar sepanjang waktu ya? Hahaha..
Nah, sekarang kita bahas berapa standar nilai TPA yang dipersyaratkan. Jadi, di dalam selebaran yang berisikan informasi untuk peserta TPA yang saya dapatkan ketika mengikuti tahapan ini, disebutkan dengan jelas bahwa peserta yang akan dipanggil TOEFL adalah peserta yang telah lulus seleksi TPA yang memenuhi nilai. Nilai TPA untuk peserta seleksi dari Pemda Luar Jawa adalah ≥ 500, Pemda Jawa serta Instansi Pusat yang berkantor di Luar Jawa adalah ≥ 525. Menariknya, jika dibandingkan dengan peserta dari daerah, nilai yang dibutuhkan untuk peserta dari Instansi Pusat adalah ≥ 565. Nilai TPA yang diminta untuk bisa mengikuti tahapan selanjutnya bagi instansi pusat sangat jauh gap nya jika dibandingkan syarat pendaftaran untuk program Pasca Sarjana/ Magister baik di UGM, ITB, UI dan beberapa Perguruan Tinggi lain yang tergabung dalam seleksi ini, dimana pada umumnya menerima nilai TPA minimal sebesar 475 atau 500.
Jika teman-teman memiliki keluangan waktu dan keuangan, saya sangat menyarankan untuk mengikuti Tes TPA Bappenas, setidaknya teman-teman dapat mengetahui berada di posisi manakah nilai TPAnya. Sehingga, teman-teman dapat mengukur kemampuan diri. Apakah teman-teman berada di Zona Hijau, zona aman, yang artinya sudah memenuhi persyaratan minimum untuk mengikuti tahapan seleksi selanjutnya sehingga cukup mempersiapkan fisik ketika menghadapi hari seleksi. Apakah berada di Zona Kuning yang artinya disamping persiapan fisik, teman-teman juga harus meluangkan waktu lebih untuk sekedar membolak-balikan lembaran-lembaran Buku TPA atau justru berada di Zona Merah yang artinya butuh keseriusan yang sangat besar untuk tidak hanya meluangkan waktu, tetapi memberi waktu khusus untuk melakukan simulasi tes TPA. Hal yang sama berlaku juga untuk seleksi TOEFL ya! Untuk nilai yang diminta pada seleksi ini cukup standar, plus minus 500.
Beruntungnya saya, mungkin Gusti Allah yang Maha Baik tahu benar bahwa saya tidak memiliki mental sekuat mereka-mereka ini, maka Ia bermurah hati pada saya dengan memberikan saya kesempatan untuk bisa mendapatkan satu kursi penerima beasiswa di tahun kedua saya mencoba. Entah do'a dari orang-orang terdekat saya yang mana yang Ia dengar, yang pasti saya sangat berterimakasih. Wujud terimakasih saya adalah dengan membuat tulisan ini. Jadi, jika kalian fikir tulisan ini cukup bermanfaat, boleh tinggalkan komentar dan silahkan bagikan kepada yang lainnya.
Selamat mencoba, semoga kalian adalah salah satu dari sekian banyaknya orang-orang terpilih yang namanya muncul di Surat Pengumuman di bulan Januari ataupun Mei tahun 2019 nanti.
Tabik!
Tidak hanya persiapan secara fisik dalam artian mempersiapkan materi (baca:belajar) yang cukup ya, tapi juga mempersiapkan fisik dalam arti yang sebenarnya. Setelah saya introspeksi, sepertinya salah satu alasan mengapa saya
Nah, sekarang kita bahas berapa standar nilai TPA yang dipersyaratkan. Jadi, di dalam selebaran yang berisikan informasi untuk peserta TPA yang saya dapatkan ketika mengikuti tahapan ini, disebutkan dengan jelas bahwa peserta yang akan dipanggil TOEFL adalah peserta yang telah lulus seleksi TPA yang memenuhi nilai. Nilai TPA untuk peserta seleksi dari Pemda Luar Jawa adalah ≥ 500, Pemda Jawa serta Instansi Pusat yang berkantor di Luar Jawa adalah ≥ 525. Menariknya, jika dibandingkan dengan peserta dari daerah, nilai yang dibutuhkan untuk peserta dari Instansi Pusat adalah ≥ 565. Nilai TPA yang diminta untuk bisa mengikuti tahapan selanjutnya bagi instansi pusat sangat jauh gap nya jika dibandingkan syarat pendaftaran untuk program Pasca Sarjana/ Magister baik di UGM, ITB, UI dan beberapa Perguruan Tinggi lain yang tergabung dalam seleksi ini, dimana pada umumnya menerima nilai TPA minimal sebesar 475 atau 500.
Jika teman-teman memiliki keluangan waktu dan keuangan, saya sangat menyarankan untuk mengikuti Tes TPA Bappenas, setidaknya teman-teman dapat mengetahui berada di posisi manakah nilai TPAnya. Sehingga, teman-teman dapat mengukur kemampuan diri. Apakah teman-teman berada di Zona Hijau, zona aman, yang artinya sudah memenuhi persyaratan minimum untuk mengikuti tahapan seleksi selanjutnya sehingga cukup mempersiapkan fisik ketika menghadapi hari seleksi. Apakah berada di Zona Kuning yang artinya disamping persiapan fisik, teman-teman juga harus meluangkan waktu lebih untuk sekedar membolak-balikan lembaran-lembaran Buku TPA atau justru berada di Zona Merah yang artinya butuh keseriusan yang sangat besar untuk tidak hanya meluangkan waktu, tetapi memberi waktu khusus untuk melakukan simulasi tes TPA. Hal yang sama berlaku juga untuk seleksi TOEFL ya! Untuk nilai yang diminta pada seleksi ini cukup standar, plus minus 500.
Tahapan seleksi beasiswa ini tidak rumit; lulus administrasi - dipanggil untuk seleksi TPA, lulus seleksi TPA - dipanggil untuk seleksi TOEFL, lulus seleksi TOEFL - pengumuman kelulusan, tetapi jangan menganggapnya sederhana.Saya ingat betul ketika mengikuti seleksi tahun 2017, ketika mengantri toilet seusai pelaksanaan tes TPA, saya mendengar ada peserta yang sudah mendaftar seleksi ini hingga lebih dari 5 kali dan selalu berakhir di tahap seleksi TPA. Ada lagi yang bercerita bahwa dia selalu berakhir di seleksi TOEFL, ini adalah tahun ketiga dia mencoba kembali. Saya tidak habis pikir, 5 kali mencoba dan belum berhenti mencoba? kegigihan beliau-beliau ini (maaf saya tidak tahu siapa namanya) patut diapresiasi, saya kagum dengan mental mereka. Barangkali hal ini terdengar terlalu mengada-ada, tetapi bukti nyata adalah kawan saya sendiri, dia lulus di kali ketiga dia mengikuti seleksi beasiswa ini. Jika masih tak percaya juga, saya bisa memberikan kontaknya jika kalian perlu. Hahahaha...
Beruntungnya saya, mungkin Gusti Allah yang Maha Baik tahu benar bahwa saya tidak memiliki mental sekuat mereka-mereka ini, maka Ia bermurah hati pada saya dengan memberikan saya kesempatan untuk bisa mendapatkan satu kursi penerima beasiswa di tahun kedua saya mencoba. Entah do'a dari orang-orang terdekat saya yang mana yang Ia dengar, yang pasti saya sangat berterimakasih. Wujud terimakasih saya adalah dengan membuat tulisan ini. Jadi, jika kalian fikir tulisan ini cukup bermanfaat, boleh tinggalkan komentar dan silahkan bagikan kepada yang lainnya.
Selamat mencoba, semoga kalian adalah salah satu dari sekian banyaknya orang-orang terpilih yang namanya muncul di Surat Pengumuman di bulan Januari ataupun Mei tahun 2019 nanti.
Tabik!
Komentar
Posting Komentar