"Oh, Tuhan kumohon, tidak, jangan disini" batin gadis itu.
Matanya mulai berkaca-kaca. Dua tahun lebih, ia berusaha bersikap wajar akan kepergian salah satu lelaki yang paling ia sayangi. Pagi ini, demi melihat seseorang yang duduk di depan gadis tersebut menggunakan telepon selular yang dulu pernah ia berikan pada lelaki itu, semua kenangan yang ia kubur dalam-dalam terkuak kembali.
Bukan, bukan karena lelaki itu tidak berarti baginya sehingga ia memilih untuk tidak sedikitpun membagikan kenangan yang ia miliki. Tapi lebih karena ia ingin menyimpannya sendiri. Segalanya. Segala yang ia ingat tentang lelaki itu. Tidak pada siapapun.
Tiba-tiba kelebatan kenangan masa kecil mereka hadir dalam pikiran gadis itu. Ketika mereka berangkat sekolah, bermain bersama, berebut menonton acara tv yang disukai, segalanya. Gadis itu mengingat dengan jelas. Seakan sebuah layar besar sedang menampilkan segala yang ia ingat itu dihadapannya. Tak ada yang terlewat sedikitpun.
Lelaki itu menyebalkan. "Ya, ia memang menyebalkan", rutuk gadis itu. Bagaimana tidak, bukan sekali atau dua kali saja gadis itu kerap kali dibuat menangis. Tapi sepanjang tahun masa kecilnya.
Tapi, lelaki itu nyata, ia selalu melindungi dari siapapun yang membuat gadis itu menangis.
"Tuhan, aku tidak pernah bisa untuk tidak meneteskan air mata ketika aku mengingatnya. Jangan biarkan ia jauh dariMu, biarkan ia selalu dekat denganMu, berada di RumahMu, di SurgaMu, menanti kedatanganku. Sungguh aku mencintainya karenaMu" gadis itu memejamkan matanya, mengucapkan dengan sepenuh hati.
Dari salah satu gerbong kereta di tengah ibu kota di pagi yang sibuk, seluruh kata yang ia rangkai, berpilin naik ke Arsy Nya. Malaikat yang membawa rangkaian kata itu sempurna menyampaikannya.
Gadis itu, entah mengapa, ia tersenyum bahagia, seakan tahu bahwa Tuhan telah menerima pesannya
*Jakarta, 9 Dzulhijjah 1433H
Matanya mulai berkaca-kaca. Dua tahun lebih, ia berusaha bersikap wajar akan kepergian salah satu lelaki yang paling ia sayangi. Pagi ini, demi melihat seseorang yang duduk di depan gadis tersebut menggunakan telepon selular yang dulu pernah ia berikan pada lelaki itu, semua kenangan yang ia kubur dalam-dalam terkuak kembali.
Bukan, bukan karena lelaki itu tidak berarti baginya sehingga ia memilih untuk tidak sedikitpun membagikan kenangan yang ia miliki. Tapi lebih karena ia ingin menyimpannya sendiri. Segalanya. Segala yang ia ingat tentang lelaki itu. Tidak pada siapapun.
Tiba-tiba kelebatan kenangan masa kecil mereka hadir dalam pikiran gadis itu. Ketika mereka berangkat sekolah, bermain bersama, berebut menonton acara tv yang disukai, segalanya. Gadis itu mengingat dengan jelas. Seakan sebuah layar besar sedang menampilkan segala yang ia ingat itu dihadapannya. Tak ada yang terlewat sedikitpun.
Lelaki itu menyebalkan. "Ya, ia memang menyebalkan", rutuk gadis itu. Bagaimana tidak, bukan sekali atau dua kali saja gadis itu kerap kali dibuat menangis. Tapi sepanjang tahun masa kecilnya.
Tapi, lelaki itu nyata, ia selalu melindungi dari siapapun yang membuat gadis itu menangis.
"Tuhan, aku tidak pernah bisa untuk tidak meneteskan air mata ketika aku mengingatnya. Jangan biarkan ia jauh dariMu, biarkan ia selalu dekat denganMu, berada di RumahMu, di SurgaMu, menanti kedatanganku. Sungguh aku mencintainya karenaMu" gadis itu memejamkan matanya, mengucapkan dengan sepenuh hati.
Dari salah satu gerbong kereta di tengah ibu kota di pagi yang sibuk, seluruh kata yang ia rangkai, berpilin naik ke Arsy Nya. Malaikat yang membawa rangkaian kata itu sempurna menyampaikannya.
Gadis itu, entah mengapa, ia tersenyum bahagia, seakan tahu bahwa Tuhan telah menerima pesannya
*Jakarta, 9 Dzulhijjah 1433H
Komentar
Posting Komentar